About Me

My photo
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
A Man With Orange Flavor
evan rizky ashari On Sunday, 29 May 2011
Kajian Hukum Atas Insider Trading Di Pasar Modal Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia

Kesimpulan:
para pelaku insider trading lebih efektif diarahkan pada perbuatan melawan hukum dan sanksi yang dikenakan berupa ganti rugi atau denda atau Alternative Dispute Resolution (ADR) dimana dijatuhkannya sanksi pidana adalah upaya akhir.

Sumber:
http://www.bapepam.go.id/old/layanan/warta/2005_agustus/Kajian%20Hukum%20Atas%20Insider%20Trading.pdf
evan rizky ashari On
PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

Kesimpulan:
Peranan hukum dalam pembinaan dan pengembangan usaha jasa
bongkar muat di pelabuhan di Indonesia belum optimal dalam menciptakan stabilitas dan prediktabilitas serta keadilan bagi pengembangan usaha jasa bongkar muat di pelabuhan. Hal ini terutama dikarenakan tidak adanya jaminan kepastian hukum dari sejumlah mengatur usaha jasa bongkar peraturan perundang-undangan yang muat di pelabuhan.

Sumber:
http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_hasnil.pdf
evan rizky ashari On
ASPEK-ASPEK HUKUM KETENAGAKERJAAN DALAM PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA SEBAGAI INDUSTRI GAYA BARU DALAM RANGKA MENCIPTAKAN LAPANGAN KERJA

Kesimpulan:
Perkembangan usaha Kepariwisataan di Provinsi daerah Tingkat I Jawa Barat sangat besar peranannya dalam menampung tenaga kerja. Dari sekian banyak pencari kerja, sebagian dapat disalurkan pada usaha kepariwisataan.

Sumber:
http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/LEMLIT%20JURNAL%20ASPEK%20HK%20KETENAGAKERJAAN.pdf
evan rizky ashari On
IMPLIKASI POSITIFIKASI HUKUM ZAKAT DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI KERAKYATAN

Kesimpulan:
Pengelolaan zakat adalah mengoptimalkan pendistribusian zakat yg bertujuan untuk pemerataan ekonomi dan pembangunan, tetapi perlu ditopang dengan badan zakat yang lebih modern dan profesional.


sumber:
http://docs.google.com/gviewurl=http://www.uinsuska.info/syariah/attachments/144_Zulfahmi+B+Ok1.pdf&pli=1&chrome=true
evan rizky ashari On
UPAYA MENYUSUN HUKUM EKONOMI INDONESIA PASCA TAHUN 2003

Kesimpulan:
Maka tidaklah mengherankan mengapa tidak hanya Hukum Ekonomi yang amburadul,
tetapi juga kehidupan ekonomi kita begitu sulit, karena landasannya
saja belum ditata dengan baik dan mantap.
Oleh sebab itu di samping berbagai aspek Hukum Ekonomi yang lain, yang tentu
juga harus diprioritaskan adalah pengaturan berbagai bentuk usaha pelaku ekonomi di samping berbagai kontrak, termasuk berbagai hibridanya yang
sekarang sudah dikembangkan, untuk menjaga kepastian hukum, kebenaran dan
keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam proses perekonomian dalam dan luar
negeri.

Sumber : http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Upaya%20menyusun%20hukum%20ekonomi%20Indonesia%20-%20sunaryati%20hartono.pdf
evan rizky ashari On Monday, 23 May 2011
a. Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.

b. Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah. Kebaikan dari sistem ini adalah:
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas (karena sistem peradilan di Indonesia terbagi menjadi beberapa bagian yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan Tata Usaha Negara sehingga hampir semua jenis sengketa dapat diperiksa melalui jalur ini)
2. Biaya yang relatif lebih murah (Salah satu azas peradilan Indonesia adalah Sederhana, Cepat dan Murah)
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian hukum (karena terdapat hierarki pengadilan di Indonesia yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung dimana jika Pengadilan Negeri memberikan putusan yang tidak memuaskan salah satu pihak, pihak tersebut dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi atau kasasi ke Mahkamah Agung sehingga butuh waktu yang relatif lama agar bisa berkekuatan hukum tetap)
2. Hakim yang "awam" (pada dasarnya hakim harus paham terhadap semua jenis hukum. namun jika sengketa yang terjadi terjadi pada bidang yang tidak dikuasai oleh hakim, maka hakim tersebut harus belajar lagi. Hal ini dikarenakan para pihak tidak bisa memilih hakim yang akan memeriksa perkara. Tentunya hal ini akan mempersulit penyusunan putusan yang adil sesuai dengan bidang sengketa. Hakim juga tidak boleh menolak untuk memeriksa suatu perkara karena hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Jadi tidak boleh ada hakim yang menolak perkara. apalagi hanya karena dia tidak menguasai bidang sengketa tersebut.)
Berdasarkan konsekuensi bahwa putusan hakim akan memenangkan salah satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain, maka berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk melaksanakan mediasi (nanti akan dibahas lebih lanjut) untuk mendamaikan para pihak. Jika tidak dicapai perdamaian maka pemeriksaan perkara akan dilanjutkan. Meskipun pemeriksaan perkara dilanjutkan kesempatan untuk melakukan perdamaian bagi para pihak tetap terbuka (dan hakim harus tetap memberikannya meskipun putusan telah disusun dan siap untuk dibacakan). Jika para pihak sepakat untuk berdamai, hakim membuat akta perdamaian (acte van daading) yang pada intinya berisi para pihak harus menaati akta perdamaian tersebut dan tidak dapat mengajukan lagi perkara tersebut ke pengadilan. Jika perkara yang sama tersebut tetap diajukan ke pengadilan maka perkara tersebut akan ditolak dengan alasan ne bis in idem (perkara yang sama tidak boleh diperkarakan 2 kali) karena akta perdamaian tersebut berkekuatan sama dengan putusan yang final dan mengikat (tidak dapat diajukan upaya hukum).

c.Arbitrase
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai "litigasi swasta" Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah "klausula arbitrase" di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau "Perjanjian Arbitrase" dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase. Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
1. Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Arbiter dipilih oleh para pihak sendiri dan merupakan jabatan yang tidak boleh dirangkap oleh pejabat peradilan manapun. Dalam hal para pihak tidak bersepakat dalam menentukan arbiter maka arbiter akan ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri. Hal ini berbeda dengan litigasi karena para pihak tidak dapat memilih hakim yang memeriksa perkara. Calon arbiter yang ditunjuk juga boleh menolak penunjukan tersebut.
2. Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat. Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dinyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjadi arbiter adalah berpengalaman aktif di bidangnya selama 15 tahun. Hal ini tentunya berbeda dengan hakim yang mungkin saja tidak menguasai bidang yang disengketakan sehingga harus belajar bidang tersebut sebelum memeriksa perkara.
3. Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak. Pihak yang tidak puas dengan putusan arbitrase tidak dapat mengajukan upaya hukum. namun putusan tersebut dapat dibatalkan jika terjadi hal-hal tertentu seperti dinyatakan palsunya bukti-bukti yang dipakai dalam pemeriksaan setelah putusan tersebut dijatuhkan atau putusan tersebut dibuat dengan itikad tidak baik dari arbiter.
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1. Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
2. Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
3. Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)
evan rizky ashari On
Hukum internasional telah mengenal arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan cara ini telah diterima oleh umum sebagai cara penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Para pihak yang ingin bersengketa dengan menggunakan metode arbitrase dapat menggunakan badan arbitrase yang telah terlembaga, atau badan arbitrase ad hoc. Meskipun dianggap sebagai penyelesaian sengketa internaisonal melalu jalur hukum, keputusan yang dihasilkan oleh badan arbitrase tidak dapat sepenuhnya dijamin akan mengikat masing-masing pihak, meskipun sifat putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.

Pada saat ini, terdapat sebuah badan arbitrase internasional yang terlembaga, yaitu Permanent Court of Arbitration (PCA). Dalam menjalankan tugasnya sebagai jalur penyelesaian sengketa, PCA menggunakan UNCITRAL Arbitration Rules 1976.